Cepat sekali, sudah tahun baru Hijriah. Kalau biasanya selalu ada terompet dan berbagai macam pernak-pernik, dan tak lupa berbagai jenis hiburan digelar, pada tahun baru masehi. Lain hal dengan hijriah, tahun baru umat islam, umat yang katanya mayoritas di dunia ini, selalu sepi. Bukan karena apa-apa, momentum tahun baru hijriah banyak digunakan oleh umat islam dengan melakukan muhasabbah, menghitung-hitung dosa di tahun lalu, dan berharap kemurahan Tuhan untuk mengampuninya. Melihat diri kita sendiri atau istilah kerennya instropeksi. Inggat ini bukanlah pekerjaan mudah, manusia selalu ingin terlihat sempurna, termasuk dihadapan diri sendiri dan Tuhannya. Saya tidak bisa memberikan solusi padda teman-teman sekalian tentang cara instropeksi yang baik, karena bagaimanapun juga setiap orang meiliki cara sendiri-sendiri. Tak putus asa, saya rilis kembali puisi dari Romo DR.KH Mustofa Bisri, judulnya Tahun Baru, puisi ini bisa anda renungkan setiap syairnya. Saya meilih puisi tersebut terlebih karena memang puisi tersebut bagi saya bisa saya jadikan bahan perenungan Tahun Baru, sebuah puisi tentang penyadaran kembali nilai-nilai luhur al quran dan ajaran kekaksih besar Muhammad SAW. Berikut puisinya. Dan selamat tahun baru buat kawan semunya.semoga selalu saling mendoakan
TAHUN BARU
Selamat tahun baru kawan
Kawan sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk memandang diri sendiri
Bercermin firman Tuhan sebelum kita dikhisabnya
Kawan, siapakah kita ini sebenarnya?
Musliminkah, mukminin, muttakin, khalifah Allah,
Umat muhammad kah kita khoiro ummatinkah kita
Atau kita sama saja dengan mahluk lain
Atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak-budak perut dan kelamin
Iman kita pada Allah dan yang ghaib
Rasanya lebih tipis dari uang kertas ribuan
Lebih pipih dari kain rok perempuan
Betapapun tersiksa kita khusuk di depan masa
Dan tiba-tiba buas dan binal justru saat disaat sendiri bersamanya
Syahadat kita rasanya seperti perut bedug
Atau pernyataan setia pegawai rendah haja, kosong tak berdaya
Sholat kita, rasanya lebih buruk dari senam ibu-ibu
Lebih cepat dari pada menghirup kopi panas
Dan lebih ramai daripada lamunan seribu anak muda
Doa kita sesudahnya justru lebih serius
Kita memohon hidup enak di dunia dan bahagia di sorga
Puasa kita rasanya sekedar merubah jadwal makan, minum
Dan saat istirahat tanpa menggeser jadwal buat syahwat
Ketika datang lapar atau haus kitapun manggut-manggut
Ohh beginikah rasanya
Dan kita sudah merasa memikirkan saudara-sudara kita yang melarat
Zakat kita jauh lebih dari berat terasa
Dibanding tukang becak melepas
penghasilannya untuk kupon undian yang sia-sia,
Kalaupun terkeluarkan harapanpun tanpa ukuran
Upaya-upaya tuhan menggantinya berlipat ganda
Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri
Mencari pengalaman spiritual dan material membuang uang kecil dan dosa besar
Lalu pulang membawa label suci asli made in saudi haji
Kawan, lalu bagaimana, bilamana dan berapa lama kita bersamanya
Atau kita justru sibuk mengatur bumi dan seisinya,
Mensisati dunia sebagai kholifahnya,
Kawan tak terasa kita memang semakin pintar
Mungkin kedudukan kita sebagai khalifah mempercepat proses kematangan kita
Paling tidak kita semakin pintar berdalih
Kita perkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan
Kita berkelahi demi menegakkan kebenaran
Melacur dan menipu demi keselamatan
Memamerkan kekayaan demi mensyukuri kenikmatan
Memukul dan mencacai demi pendidikan
Berbuat semanunya demi kemerdekaan
Tidak berbuat apa-apa demi ketentraman
Membiarkan kemungkaran demi kedamaian
Pendek kata demi semua yang baik
Halallah semua sampai pun yang paling tidak baik
Lalu bagaimana para cendekiawan dan seniman
Para mubalig dan kiayai penyambung lidah nabi
Jangan ganggu mereka
Para cendekiawan sedang memikirkan segalanya
Para seniman sedang merenungkan apa saja
Para mubalig sedang sibuk berteriak kemana-mana
Para kiyai sedang sibuk berfatwa dan berdoa
Para peminpin sedang mengatur semuanya
Biarkan mereka diatas sana
Menikmati dan merapati nasib dan persoalan mereka sendiri
Kawan selamat tahun baru
Belum tibakah saatnya kita menunduk memandang diri sendiri
Pojok perjuangan YK-26-11-11