Hujan.
Sampai kapan kita akan puji sapardi. Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan
juni katanya. Gadis kecil diseberangkan gerimis. Lirik-liriknya memukau kita. Iya
kan, kau juga terpukau, saat kita sedang duduk menyatukan lutut pada dagu kita
yang lelah. Kau terpukau kan. Akupun jug ia. Tapi sampai kapan kita kekalkan
pukau ini, sayang. Sampai kapan. Pada hujan kita akan terpukau.
Sampai
Kapan
Sayang
Setelah
Sudah
Aku membaca
Gigilmu
Yang lucu itu
Dingin, iya kita kedinginan
Tapi
Bukan
Sebab
Hujan yang bijak itu
Hujan yang indah hanya dalam sajak
Tapi kita hidup di luar sajak
Memang hujan menghapus segalanya
Aku tak urung bisa menahanmu dengan kata-kataku
Kau sudah lama pergi, sayang
Tapi dusta dan pura-pura ku
Kekal dibawah hujan
Hujan
Tak
Menghapus
Dusta dan pura-pura
Ketika tiba tiba
Kau tekuk bibirku, dibawah bibirmu
Kita tak kuasa
Atau hanya aku yang tak kuasa Terpukau pada hujan
Saat gigil mulai Hilang
ditekuk dua bibir yang
gemulai