Ruangan ukuran 3 kali 3 ini tak tertata rapi.
Kertas berserakan di pojok ruangan dekat sebuah cermin yang digantung. Pakaian-pakaian
tertumpuk di sudut lain. Ada aroma sambel
pecel, menyatu dengan bau keringat pada kasur. Ada setumpuk peralatan masak
di bawah meja, saya tidak tahu itu barang bersih atau kotor. Di sisi tembok
ruang bagian timur, sebuah gordin warna hijau sepia lusuh, kelihatan tidak
pernah dicuci. Ini kali pertama saya berkunjung lagi ke kamar seorang teman
itu, setelah satu tahun lebih saya tidak pernah mengunjunginya.
Banyak perubahan, barang-barang sudah tidak
berada pada tempatnya dahulu, satu tahun lalu.
Yang tidak berubah hanya biola yang digantung di samping jendela. Biola
pertama saya ketika awal mula tertarik belajar alat musik gesek itu. Dia
membeli biola itu saat saya sedang kehabisan uang, saat itu saya mengajukan
satu sarat: “ Biola itu tidak boleh dijual lagi ke orang lain”. Dia sepertinya
menginggat dengan baik perjanjian tak tertulis itu. Kini kemampuan saya
mengesek biola jauh telah dilampaui teman saya. Sebab, barangkali saya terlalu
sibuk bergulat dengan pikiran-pikiran kosong dan kecemasan-kecemasan yang tidak
selesai.
Saya bertanya tentang banyak hal: “bagaimana kabar adikmu”, “ sibuk apa
setelah lama tak bertatap muka”. Sepertinya saya terlalu bersemangat untuk
percakapan ini, tapi lawan bicara saya agak datar. Atau sebaliknya, saya tidak
tahu. Diam-diam saya sebenarnya selalu berpikir panjang untuk setiap obrolan:
saya menahan diri agar tidak membicarakan masa lalu. Malam semakin larut, saya mulai mengantuk.
Teman saya membuka laptop, mungkin untuk menghindari omongan-omongan tidak
jelas. Sebab pembicaraan yang berlarut-larut kadang cukup berbahaya untuk
sebuah pertemanan yang hendak dibangun kembali di atas reruntuhan perselisihan
di masa lalu yang lucu tapi juga cukup menyedihkan.
***