Seorang lelaki melaju di tengah hujan
tetapi badanya tak sudi dibasahi air
hujan dibenci
tapi apa yang bisa dilakukan laki-laki yang membenci hujan
10-12-13 kost ijad
Selasa, 10 Desember 2013
HUJAN (2)
jika panas menguapkan apa saja
maka hujan meredam setiap yang dibasahinya
apa yang menguap akan hilang dan pergi
tetapi apa yang diredam
dia hanya sembunyi
suatu saat akan kembali
10-12-13
di kost ijad pinggir kali gajah wong
maka hujan meredam setiap yang dibasahinya
apa yang menguap akan hilang dan pergi
tetapi apa yang diredam
dia hanya sembunyi
suatu saat akan kembali
10-12-13
di kost ijad pinggir kali gajah wong
rintik
Katakan padaku apa yang tak dihapus hujan sore ini
9-12-13
mbantul, di kost yang banyak nyamuknya
9-12-13
mbantul, di kost yang banyak nyamuknya
HUJAN (1)
Hujan tak mengajari bagaimana menghapus kesedihan
hanya dia ingin berkata
siapa mahluk bumi yang bisa menolak air yang jatuh dari langit
10-12-13....di kost ijad...disamping sungai gajah wong
hanya dia ingin berkata
siapa mahluk bumi yang bisa menolak air yang jatuh dari langit
10-12-13....di kost ijad...disamping sungai gajah wong
Minggu, 08 Desember 2013
sendiri??
Sejak itu aku meragukan kesendirian
Setiap jiwa tumbuh dimana saja
Lalu adakah yang disebut kesendirian
Di pucuk malam yang sepi ia sendiri
Duduk merjalalela bersama sepi yang menarinari
Tak kaudengarkah angin yang bercerita tentang
kelembutan padanya
Tak kau dengarkah petang yang mengeluh dia
selalu di takuti
Tak kau dengarkah pengakuan bintang tentang
percintaannya dengan awan
Atau daun-daun yang berpesta merayakan
kesedihan angin
Lalu apakah yang disebut kesendirian
Sedang ia ternyata tak duduk bersama sepi
27 11 13 bantul…..jingklonge
akeh tenan wengi-wengi
INGATAN
“
sampai kapan kau akan disini?” suara itu tiba-tiba saja terdengar begitu jelas.
seolah benar-benar terbisikan dengan jarak 5 cm dari daun telingaku.
Kadang
ingatan-ingatan benar menyusahkanku. Dia datang begitu saja, dan ketika aku
menyuruhnya pergi, dia malah semakin dekat. Aku benar-benar tak berkuasa apapun
di depan ingatan. Duniaku bisa dia lipat dengan cepat. Aku sudah berjalan di
ujung sebuah kertas putih panjang, tetapi ingatan datang dan melipat jarak
panjang yang kutempuh, sehingga yang aku tahu tiba-tiba saja aku duduk di
tempat aku pertama berjalan.
Sekarang
pun aku sedang disiksa oleh mahluk yang bernama ingatan itu. “sampai kapan kau
akan disini?”. Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan ingatan dengan jelas dan
panjang. jawaban apapun tak bisa memuaskan ingatan. Teteapi aku sudah cukup
berpengalaman bercengkrama dengan ingatan. Jawaban yag memuaskan ingatan
hanyalah, bahwa aku harus berhenti, diam dan mungkin duduk menekuk lutut.
Setelah itu aku akan membiarkan diriku berjalan-jalan bersama ingatan,
menjelajahi waktu yang sudah berada di belakangku.
“sampai
kapan kau akan disini”
“sampai
langait benar-benar bercerita kepadaku”
“itu
tak mungkin” gadis disampingku menjawab ketus.
“aku
tak peduli”
“kau
gila” gadis itu semakin ketus
“aku
tak peduli”
Aku
merasakan gadis itu sekarang sangat dekat disampingku. Dia yang dari tadi
berdiri sekarang sudah duduk menekuk lutut disamping punggungku.
“kenapa
kau diam” aku sengaja membuka pembicaraan lagi dengan gadis itu
“
aku menunggu langit benar-benar bercerita kepadaku” jawabnya santai
“
kau meniruku”
“terserah”jawab
gadis itu ketus
Aku
merasakan langit tergangu sejak kedatangan gadis itu disampingku. Tapi mau
bagaimana lagi. Dia juga bagian dari ingatanku. Akhirnya kami berdua
benar-benar menunggu apa yang diceritakan angin. Tentang apa?. Kami berdua juga
tak tahu. Hanya ingatan yang berkuasa menentukan apa yang akan diceritakan
angin kepada kami berdua.
Malam
semakin larut. Langit tak jung jua bercerita. Atau aku yang tak mendengarnya.
Entah bagaimana dengan gadis dsampingku itu. Dia sama dneganku sejak obrolan
terakhir kami, dia diam, aku juga diam. Diam kami berdua adalah isyarat bagi
angin untuk segera bercerita. Tentang apapun, sesuai yang diperintahkan ingatan
padanya.
Mata
ku sudah tak kuat lagi. Akhirnya aku memutuskan memebaringkan diri. Yang
kusadari saat itu hanya, lima menit setelah aku membaringkan diri, aku sudah
terlelap. Gadis itu aku lihat masih duduk menekuk lutut. Aku sduha tak peduli
dengan daun-daaun ilalang yang tajam ujung-ujungnya. Atau dengan ingatan masa
kecilku disini adalah bekas kuburan cina yang sangat besar. Sampai sekarangpun,
dibeberapa titik masih terlihat sarkofagus yang menyembul ketanah, bersama
lisan-lisan, yang aku tak pernah tahu rangkaian huruf apa yang tertulis di
bentanganya.
“waktu
itu langit bercerita apa kepadamu” tanyaku pada gadis itu.
Dia
terdiam lama sekali, mungkin lupa. Wajar kejadian itu sudah dua minggu yang
lalu, saat kami berdua duduk dipadang ilalang yang luas. Dan lalu aku tertidur
begitu saja. Sekarang kami berdua telah meninggalkan kampung halaman kami.
Libur semester memang kadang terasa pendek sekali. aku tak tahu apa yang membuatnya terasa pendek. Akankah ini ulah
ingatan lagi.
“tentang
seorang lelaki yang belajar melupakan ingatan”
“bagaimana
ceritanya?” tanyaku pada gadis itu, yang sekarang menyandarkan tubuhnya di
dinding
“
laki-laki itu selalu merasa disiksa oleh ingatanya”
“
bagian mana dari ingatanya yang paling membuat laki-laki itu tersiksa?” tanyaku
pada gadis itu, agar ia melanjutkan cerita
“20
tahun yang lalu ketika ia berumur 6 tahun ibunya mati, terserang penyakit TBC
akut”
“
bukankah memang semua orang akan mati” tanyaku memutus ceritanya
“ia,
tetapi ibu lelaki itu begitu berarti, lelaki itu tak bisa benar-benar jauh dari
ibunya.”
“
kenapa tidak dibawa kedokter?”
“jangankan
dokter untuk makan setiap hari saja keluarga itu kesusaha.” “sejak kematian
ibunya laki-laki itu hanya tinggal seorang diri. Ayahnya lama meninggal sejak
ia dalam kandungan.” Kata langit “ laki-laki itu sampai sekarang hidup sendiri.
Dalam hati laki-laki itu, melakukan pencarian untuk menemukan separuh hatinya.
Ia percaya pesan ibunya sebelum meninggal, bahwa kau harus temukan seorang
perempuan yang memebawa separuh kebahagiaan kecil dari hatimu. Kecil seklai
kebahagiaan itu. Sebenarnya kau hidup tanpanya bisa. Jika kau bisa membaca
bahasa cinta yang disuarakan kebahagian-kebahagiaan kecil yang sedang
bersembunyi disekitarmua” cerita gadis itu panjang padaku.
Aku
mendengarkannya dengan penuh perhatian.
“Kenapa
kau berhenti bercerita” tanyaku pada gadis itu yang sedang termanggu
“
hanya itu yang bisa kudengar dari bahasa angin”
“Terimakasih
kau bercerita kepadaku”
“sama-sama,
sampai jumpa lagi” gadis itu meninggalkanku, langkahnya kecil-kecil menapaki
gugusan bungga yang dinatam berbentuk lingkaran.
Aku
ditinggalkanya sediri, kini tinggal aku berdiri bersama ingatan. Setelah cerita
gadis itu, tiba-tiba saja kepalaku terasa berat dan pening. Sekuat tenaga aku
berusaha menopang tubuhku. Kucoba dengan tenaga yang tersisa melangkah menuju
ruangan istirahat terdekat dari tempat ini.
***
Yang
teakhir kuinggat adalah kakiku yang berhasil menjejak lima langkah dari
tempatku berada dibawah pohon cemara besar. Aku juga masih ingat bagaimana
gadis itu meninggalkanku dnegan langkah kecilnya. Memang ingatan selalu bisa
berkuasa lebih atas sebagian kejadian hidupku.
Setelah
lima langkah jejak kakiku, aku seperti memasuki salah satu bagia dunia yang
sangat indah. Aku tak ingat itu dimana. Yang jelas aku berjalan terus saja,
smabil terpesona melihat putik-putik melati yang merekah. Bau harumnya memancing
ingatanku tentang ibu.
Benar
saja, dikejauhan aku melihat ibu duduk dibawah pohon mangga yang sangat besar.
Dari belakang aku sudah sangat mengenal perempuan itu, ia pasti ibuku. Rampaut
yang digelung lalu dua sisipan bunga melati menghiasi gelungan rambutnya.
Begitu
aku mendekat ibu menolehkan muka padaku.
“
anakku” sapa ibu
“iya
bu” aku ingin memeluk ibuku tapi kenapa aku berdiri mematung di titik itu
terus.
“kau
telah dekat dengan pencarianmu, semua keputsan ada ditanganmu. Kau mau
mendengarkan bahasa cinta yang banyak disuarakan kebahagian-kebahagiaan kecil
dismapingmu. Atau kau ingin mencari separuh hatimu dalam kebagiaan kecil yang
tersimpan di hati kecil gadis berambut kriting itu. Ibu percaya padamu”
***
Mataku
memebuka dan tiba-tiba cahaya terang lampu 20 watt diatas ku benar-benar
menganggu ruangan ini putih semua. Aku terbaring dengan tanan tersulur slang
infus. Dari kejauhan, dibalik pintu kamar terlihat dengan jelas suster yang
sedang berlalu-lalang.
Aku
tersadar bahwa sebelum ini aku bermimpi bertemu ibuku. Setelah maut lama sekali
memisahkan kita.
“kau
telah dekat dengan kebahagiaan dan suara cinta kecil, yang selama ini kau cari”
Ingatan
haruskah aku percaya bahasamu.
Minggu, 31 Maret 2013
HUJAN
Aku
sudah berjalan diantara hujan. Aku sudah merasakan gemuruh petir dan suara
nyanyi hujan yang jatuh ke bumi. Aku sudah merelakan diriku diguyur air tuhan
ini. Aku sudah merelakan kesunyianku diusik oleh suara air yang jatuh. Aku
sudah menyerahkan diriku pada rintik hujan ini. Tapi satu, aku tak bisa melepas
hatiku. Gemuruh petir dan nyanyi riang hujan tak bisa menyembunyikan
kesepianku. Dinatara rintik hujan dan gemuruh petir, di dalam hatiku kesunyian
itu bersemayam. Kesunyian penuh gemuruh entah apa namanya, keresahanya
membisukan suara petir yang mengelegar, kesepiannya mendiamkan rintik hujan
yang tetap turun. Gelisah tanpa suara, gemuruh tanpa gaduh.
Aku
masih berjalan diantara hujan. Aku masih membodohi dan membohongi gejolak hatiku
dengan suara hujan. Bayangan-bayangan itu masih saja memburu keberadaanku. Aku
masih ingat bagaimana kedua lelaki itu membuka resleting celananya. Masih
terdengar dengan jelas bunyi resleting yang mulai usang itu “
krek....krek..krekkk” seperti pintu neraka yang dibuka malaikat untuk para
pendosa.
Di
dalam rumah tuhan itu jiwaku mati. Aku hanya wadah untuk sperma lelaki-lelaki
yang haus kenikmatan. Tubuhku sudah bermandikan kringat, bau amis sperma dua
lelaki itu bagaikan nafas alam semesta. Aku masih ingat bagaimana aku dijadikanya
boneka, aku maisih ingat bagaimana kelamin lelaki itu mengakhiri kemanusiaanku.
Aku juga msih ingat sebelum puncak orgasme, sebenarnya aku juga menikmati
permainan dua lelaki yang tak aku kenal itu. Nikmat juga.
Dirumah
tuhan itu aku memulai perlawananku pada tuhan. Aku sudah mumet, aku sudah tak
tahu harus kemana, aku sudah tak berdiri diatas titik duri, aku bahkan tak tahu
diatas apa kaki kecilku berdiri. Aku bukan lagi seorang muslimah berhiaskan
kerudung panjang nan anggun. Aku sudah bukan seorang yang istimewa dihadapan
tuhan dan manusia.
Aku
sudah tidak percaya tuhan. Bagaimana tuhan bisa menciptakan manusia untuk
menghilangkan kemanusiaan manusia lainya?. Aku sudah tidak bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaanku sendiri. Hidupku dibayangi kenikmatan yang
diperkenalkan dua lelaki dirumah tuhan itu. Tapi entah, setelah itu aku tidak
berani mengulanginya lagi. Aku takut atau memang aku yang gila. Bekas-bekas
kenikmatan itu masih terasa hingga kini, aku membawanya dalam setiap langkah
yang kujejak.
***
Kini
aku berjalan bersama hujan. Aku benar-benar merasa kesepian, setelah kejadian
di rumah tuhan itu, hidupku semakin tidak jelas. Pemerkosaan 5 tahun lalu itu
telah membuat waktu-waktuku berjalan lambat. Aku tak bisa hanya sekadar
berdiri, aku diseret waktu entah kemana.
“Ayo
kita berjalan lagi” kata laki-laki yang kini berada disampingku bersama hujan
“aku
sudah lelah” jawabku sambil terduduk dibawah pohon randu
“Aku
tahu, ”
Hujan
tak memperdulikan kami. Air turun turun bukan karena ingin meredam gemuruh
dihatiku. Aku dan suamiku duduk di pinggir jalan yang semakin sepi. Kami saling
memandang. Aku melihat mata suamiku sayu, lelah, gembira dialah yang setia
menemani perjalananku bersama hujan. Aku tak pernah bisa menceritakan bagaimana
tuhan mempertemukan aku dan suamiku.
Di
setiap jalan-jalan yang aku susuri bersama suamiku aku kembali menemukan tuhan.
Bukan dimasjid, bukan di gereja, tapi disorot mata setiap gelandangan dan
orang-orang terbuang yang kelaparan menyeret langkahnya di jalan, aku melihat
tuhan.
Gemuruh
dihatiku mulai terjawab. Aku gelisah karena aku jauh dari kesejatian kehidupan,
aku jauh dari tuhanku. Aku sekarang sadar, biarkan kemanusiaanku hilang,
biarkan keperawananku di jelajahi orang-orang. asal jangan aku kehilangan
tuhanku lagi. Kerinduanku pada yang sejati itu, gelisah hatiku, gemuruh hatiku
untuk bertemu yang sejati itu mengalahkan suara hujan.
Senja
mulai terlihat menggulung siang, dan malam yang malu-malu mulai tergelar.
“Sampai
kapan kita akan terus berjalan” tanya suamiku
“
Sampai kita menemukan apa yang kita cari sayang”
“tapi
apa yang kita cari”
“kedamain
sayang”
“
tapi aku sudah terlalu lelah, aku capek”
Aku
tahu suamiku tak setegar aku. Penyakit yang mengerogoti tubuhnya bukan koruptor
yang bisa disogok dengan uang. Raga suamiku makin lemah, aku melihatnya dengan
jelas, kakinya sudah tak berdiri tegak. Tulang-tulangnya mulai terlihat
menonjol memakan sisa dagingnya. Jiwanya hidup dalam tubuh yang menderita
penyakit kutukan, orang-orang menamai penyakit itu HIV. Tapi aku tak perduli,
dia itu juga manusia.
***
Suamiku
masih ingin hidup. Aku melihat dibalik matanya yang sayu semangat hidup yang
tak pernah padam. Jiwanya masih rindu mencari kesejatian. Tapi raganya ingin
berhenti. Jiwa dan raga sedang bertarung, dibawah pohon waru dia terkapar.
Aku
tak bisa melakukan apa-apa. Sebenarnya jika jiwanya mau bangun, maka raganya
akan tunduk. Sebenarnya jika ada sengatan ke dalam jiwanya raganya akan bangun.
Aku sudah mumet, aku harus menolong suamiku. Jiwanya harus disadarkan bahwa
hidup ini sangatlah berharga. Kematian itu kepastian sementara kehidupan adalah
misteri berharga.
Aku
berlari meninggalkan suamiku.
Tukang
bakso lewat diujung jalan. Aku mendekatinya,
“
bang bisa pinjam pisau pemotong sayur itu?” tanyaku pada tukang bakso itu
Wajah
tukang bakso itu terkaget-kaget “ o iya neng silakan”
Aku
mengambil pisau itu, aku berlari menuju suamiku. Aku tak mempedulikan tukang
bakso yang melihatku keheranan.
Suamiku
masih terkapar di bawah pohon. Aku melihat matanya tertuju padaku. Saat itu
udara terasa benar-benar tak ada. Pohon-pohon seperti layu, melihat kami
berdua.
“ sayang, apa yang akan kau lakukan
dengan pisau itu” tanya suamiku dengan sisa suaranya
“ aku ingin kau dan dan manusia-manusia
lain lebih menghargai hidupnya” jawabku
“ apa”
Tanpa menjawab pertanyaan suamiku, aku
sudah mulai mengiris urat nadiku. Aku membunuh diriku.
“ istriku kau rela dihakimi allah dan
menadapat kutukan dari manusia, hanya karena kau ingin berkata bahwa hidup ini
berharga. Maka kau tak bunuh diri untukku tapi kau bunuh diri untuk kita
manusia semuanya” suara suamiku, kata-kata suamiku mengantar kepergian nyawaku,
menghadap yang punya.
---TAMAT---
danang.t.p.Yogyakarta-29-03-13
Kamis, 28 Maret 2013
INDONESIA DAN PERADABAN SANTET
Bangsa
kita selalu dihadapkan dengan masalah yang unik, bangsa kita juga selalu
memiliki respon yang unik terhadap setiap permasalahanya. Ini yang tidak banyak
disadari oleh diri kita sendiri. Sebagian Intelektual, pengamat, mahasiswa dan
segenap lapisan masyarakat menengah selalu mengunakan sudut pandang barat
dengan rasionalisme, dan empirisme-positifistikya untuk menilai perkembangan
bangsa kita. Isu paling terkini adalah polemik seputar RUU Santet. Banyak pihak membaca bahwa
dibahasnya uu ini adalah cerminan semakin tidak rasionalnya bangsa kita. Bangsa
kita semakin 0hidup dalam ketidakjelasan. Bangsa kita adalah bangsa klenik. Kita lupa, bahwa dalam beberapa
aspek kehidupan ini penuh dengan ketidak rasionalan, dengan ketidak rasionalan
itulah sebenarnya kita dalam beberapa hal bisa benar-benar nyaman menjalani
hidup. Coba bayangkan dalam skala kecil saja, orang bermain sepak bola, jika
kita melihatnya mengunakan sudut pandang rasional, kenapa harus susah-susah 22
orang berebut satu bola, padahal di toko olahraga bola menumpuk. Karena tidak
rasional sepak bola malah bisa menghibur kita.
Kalau
kita ingin mengungkap berbagai ketidakjelasan kehidupan bangsa kita, banyak
sekali. Hanya di Indonesia banjir diukur dengan skala kaki manusia. Banjir
setinggi lutut orang dewasa, banjir setinggi mata kaki. Hanya di Indonesia
dengan uang 1000 rupiah bisa mendapatkan fast
food (nasi kucing). Hanya di Indonesia koruptor yang mencuri bermilyaran
uang negara dihukum 4,5 tahun, sementara maling ayam bisa dihukum lebih berat,
pun dengan dikeroyok masa terlebih dahulu. Hanya di Indonesia, seorang Presiden
berani memasang gambarnya di tepi jalan memakai caping, membawa sabit, dan segepok padi dibawahnya bertuliskan panen raya. Padahal
para petani yang berjuang sendiri menanam padi. Hanya di Indonesia, kesedihan
terhadap bencana banjir misalnya, hanya terjadi beberapa menit setelah
kejadian, setelah itu jika ada wartawan dengan camera melipu tiba-tiba bisa
senyum-senyum sambil melambaikan tangan. Inilah keunikan bangsa kita.
Masalah
RUU santet, tidak bijak jika kita sepenuhnya menilai bahwa itu adalah cerminan
ketidakjelasan bangsa kita. Secara positif kita bisa melihat, masalah RUU santet
itu menunjukkan, kaidah ilmu hukum barat yang rasional, empiris, dan
positifistik tidak bisa terus kita jadikan kiblat. Santet itu adalah wujud
kemajuan peradaban manusia pada waktu itu, dan untuk menyelesaikan masalah ini
ilmu hukum barat tidka mampu menjangkaunya.
Secara
historis kapan santet mulai ada tidak ada sumber pastinya, yang jelas pada masa
Airlangga dan Calonarang teknologi yang bernama santet telah ada. Kenapa santet
disebut teknologi?. Filsafat teknologi mengajarkan bahwa, teknologi itu
hakikatnya untuk mempermudah kehidupan manusia. Santet adalah teknologi delivery yang mempermudah pengiriman
sesuatu pada masa itu, terlepas sesuatu itu buruk atau baik. Inti santet itu
sebenarnya mengirim sesuatu pada seseorang, sangat baik sekali jika teknologi
santet dimanfaatkan utnuk mengirim makanan dan barang berguna lainya.
Bangsa
kita telah lebih maju, saat barat masih berkutat denga fikiran rasional dan
empiris, kita telah berada di zaman peradaban supra-rasional. Kita telah bisa
merasakan dan menundukkan getaran-getaran alam untuk membantu kepentingan kita.
Dalam bahasa ahli kosmologi Fitchof Capra the
hidden conection, santet itu lah wujud dari koneksi tersembunyi manusia
dengan kekuatan alam.
Solusi
masalah santet selayaknya kita juga mengali kaidah-kaidah hukum dari peradaban
kita sendiri. Kita bisa membuka sejarah-sejarah bangsa kita lagi, bagaimana
masa Airlangga, dan kerajaan-kerajaan dahulu mengatasi dampak buruk santet,
dengan modifikasi dan penyesuain dalam beberapa hal. Entah prosedurnya seperti
apa, kita rakyat kecil hanya bisa berharap masalah ini terselesaikan dengan
baik, tanpa harus menghina bangsa sendiri sebagai banga klenik.
danang, yogyakarta 20-3-13.. karena bolos kuliah
Rabu, 27 Maret 2013
Pemberantasan Korupsi dan Logika Menang Kalah
Tinjauan
historis mengenai akar korupsi di negeri ini ada beberapa fersi. Salah satu
fersi yang paling populer menyatakan bahwa korupsi para birokrat negeri ini
adalah warisan dari VOC, salah satu unit dagang penjajah Belanda. VOC bangkrut
salah satunya gara-gara korupsi para stafnya. Inilah awal tradisi korupsi di
negeri ini. Kebiasaan korupsi atau lebih tepatnya kita sebut sebagai budaya
korupsi sampai sekarang masih membekas, dan bahkan makin canggih dan marak. Di
zaman kontemporer ini kita bisa dengan mudah mendapati kasus korupsi. Mulai
yang dilakukan di tingkat daerah sampai pada tingkat nasional.
Bangsa
ini juga tidak tinggal diam dengan kenyataan maraknya korupsi. Berbagai upaya
dilakukan untuk meminimalisir –jika tidak menghapus- budaya korupsi. Salah satu
langkah konkritnya adalah mendirikan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Lembaga ini adalah benteng terdepan untuk mencegah bahkan melakukan tindakan
hukum tegas terhadap prilaku korup para petinggi pemerintahan. Tentunya KPK
tidak berjalan sendirian, ada Polisi dan Pengadilan yang membantu tugas
pemberantasan korupsi. Tiga lembaga ini cukup berperan meminimalisir tindakan
korup para birokrat, tetapi tidak boleh kita lupakan bahwa ada beberapa titik
lemah yang tetap harus di evaluasi.
Selama
ini dalam menanggani berbagai kasus hukum, kususnya korupsi tiga lembaga
penegak hukum di negeri ini masih mengunakan cara barat dengan logika menang-kalah.
Dalam skala kecepatan menyelesaikan kasus hukum, logika menang kalah memang
cukup efektif. Tapi logika menang kalah tidak bisa dijadikan langkah preventif
mencegah korupsi. Bukankah bangsa kita sudah terbiasa dengan pepatah mencegah
lebih baik daripada mengobati. Tetapi sepertinya, kita juga tidak lekas sadar
bahwa, kenapa untuk tahu dinginya jeruji penjara kita harus korupsi dahulu?.
Kenapa untuk merasa malu, kita harus disidang dahulu?.
Penyelesain
korupsi dengan kontestasi kekuatan, akan menghasilakan pihak yang menang dan
kalah. Pihak yang kuat akan mengungguli pihak yang lemah. Baik kuat secara
pembelaan hukun dengan pengacara yang mahal atau kuat jaringan kong kalikong antar pejabat. Jelas bahwa
pihak yang kalah akan mengalami ketertekanan batin, rasa dendam sangat mungkin
berkecamuk. Kita tidak cermat dengan pituduh
(petunjuk) orang jawa Menang tanpa
ngasorake (menang tanpa merendahkan). Kita lebih tertarik mengadopsi
pedoman penyelesian kasus hukum gaya barat, yang akhirnya mengenalkan kita
dengan term harga diri. Akhirnya sebagai manusia kita selalu ingin unggul
diatas yang lain, selalu saling menjegal kaki rebutan posisi paling depan.
Sungguh indah jika penyelesaian kasus korupsi
maupun kasus hukum lainya lebih mengedepankan budaya harmoni, keselarasan.
Tanpa hasrat saling adu kekuatan hukum yang akan menghasilakan pihak yang sakit
hati. Bukankah tujuan dari proses hukum adalah kesadaran pada kalbu bahwa diri ini telah
melakukan perbuatan salah, ?. Atau tujuan itu telah berubah, proses hukum
menjadi upaya menyatakan diri bahwa saya telah menang mengalahkanmu dalam
pengadilan.
danang tp,
yogyakarta 18-3-13
Minggu, 24 Maret 2013
MENYAPA
Sudah lama tak kusapa, ingatan-ingatan yang
seharusnya terabadikan. Fikiran-fikiran yang harusnya terpatri, dan
imajinasi-imajinasi yang seharusnya terkembangkan abadi. Sudah terlalu lama,
hingga sepertinya sulit tangan ini menari-nari di atas ingatan, menjejak di
atas imajinasi, dan mengoreskan fikiran-fikiran di atas kertas. Terasa berat
memang, tangan ini sudah tak lagi sepiawai dulu, fikiran ini juga sudah tak se
ringan dulu. Banyak cerita-cerita terlintas, tapi hanya sejenak. Dan semuanya
aku tinggalkan pergi. Masih sempatkah kau menengok dunia yang sebelumnya kau
dambakan?? Sepertinya sudah tidak, kau sudah terlalu nyaman dengan duniamu yang
baru, dunia loncatan katamu dulu. Dunia awalmu sepertinya sudah terlupakan atau
memang kau lupakan. Tapi malam ini ingatanku berlari memburu, mimpi-mimpi
awalku yang ternyata terlupakan.
Jogja 24-7-2011
Langganan:
Postingan (Atom)